7 Mei 2019

Pekalongan, Dan Cerita Pertama Kali Melakukan Solo Traveling




Tanpa perencanaan dan persiapan, bahkan sebelumnya tidak perna terbayangkan untuk bisa (atau lebih tepatnya mampu) untuk melakukan solo traveling. Tapi karena dorongan akan kegalauan Tugas Akhir pada saat itu, maka di sore hari yang penuh dengan kebimbangan, sayapun memutuskan untuk memesan tiket di salah satu agen travel Yogyakarta dengan tujuan ke Pekalongan pada keesokan harinya.

Singkat cerita, tiket sudah ditangan. Dan mari pulang tuk merenungkan keraguan akan perjalanan ini.hehehe

Keesokan harinya, tepat pukul 05.30, saya dihubungi oleh agen travel untuk memastikan lokasi penjembutan pada pukul 07.00.

Perjalanan Yogyakarta – Pekalongan ditempu sekitar 5 jam perjalanan. Beruntung saya tipe orang yang cukup tahan banting untuk melakukan perjalanan baik darat, laut, ataupun udara dengan waktu tempu berapapun lamanya pikiran saya akan tetap sehat ketika sampai tujuan. Jadi, untuk waktu tempu 5 jam bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan untuk saat itu.

Saya sendiri nekat ke Pekalongan tanpa perencanaan yang jelas karena terlanjur terjebak keadaan, dan memang harus ke salah satu lokasi referensi penelitian saya. Khususnya terkait tugas akhir pada waktu itu. Lokasi tujuan adalah Pekalongan Mangrove Park, yaitu tempat pembibitan dan pusat informasi hutan mangrove.

Rute perjalanan Yogyakarta – Pekalongan akan melalui Megelang – Semarang – Pekalongan, dengan kondisi lalu lintas yang cukup padat pada waktu itu. Sehingga tidak mengherankan ketika rombongan bus sampai di sana waktu sudah menunjukan sekitar 01.25.

“Jadinya mau diturunkan dimana mas?”. Tanya pak Supir, yang sebelumnya juga sudah asik mengobrol dengan saya di sepanjang perjalanan. Dan jujur saja, karena ini adalah pengalaman pertama saya melakukan solo traveling saya benar-benar jauh dari kata persiapan, yang berakhir dengan memberikan deskripsi penginapan yang akan saya tuju. (waktu itu saya juga lupa nama penginapannya #hikss). Ditambah lagi, handphone saya kehabisan batre di saat yang bersamaan #KegoblokkanYangHakiki -_-

Singkat cerita, sang supir mengetahui persis lokasi penginapan yang saya deskripsikan sebelumnya, karena memang beliau adalah orang asli Pekalongan.

Lokasi penginapan berada di sekitaran pasar tradisional yang tidak jauh dari Pekalongan Mangrove Park. Dan kekhawatiran saya mulai memuncak ketika sampai di sana, dan salah satu staf penginapan menginformasikan bahwa tepatnya keesokan harinya penginapan akan segera ditutup sementara karena alasan satu dan lain hal. #MendadakPanik

Ketika saya sedang kebingungan memikirkan alternatif tempat menginapan, tiba-tiba saya dihampiri oleh pak supir, dan dengan santun beliau menawarkan untuk menginap di rumah mertuanya yang juga tidak jauh dari situ. Antara terharu bercampur was-was karena walaupun sudah cukup akrab mengobrol di sepanjang perjalanan tadi, tapi bagaimanapun, beliau tetap masih tergolong  orang asing untuk saya, yang mana baru saya kenal sekitar 6 jam yang lalu.

Karena bingung dan putus asa, sayapun meyakinkan diri untuk menerima tawaran beliau. Pertimbangan lain, karena kalau penilaian saya secara pribadi berdasarkan obrolan disepanjang perjalanan tadi, beliau adalah orang yang ramah dan terbuka apa adanya, serta punya selera humor yang cukup menurut saya.heheh

Dan sebelum menuju rumah mertuanya, sayapun diajak keliling sekitaran kota Pekalongan untuk mengantar beberapa titipan para pelangan, yang terlihat sangat akrab dengan beliau.

Singkat cerita, setelah mampir untuk makan  malam di salah satu warung pinggir jalan di pusat Kota Pekalongan, tepatnya pukul 18.30 waktu setempat, sayapun di antarkan ke rumah mertua beliau dan diterima dengan sangat baik di rumahnya. Dan berhubung waktu itu sudah sekitar pukul 20.30 waktu setempat, maka saya langsung dipersilahkan beristirahat tanpa mengobrol panjang lebar dengan sang pemilik rumah.

Pekalongan Mangrove Park

Sekitar pukul 07.00 saya bangun dan mempersiapkan diri menuju ke Pekalongan Mangrove Park. Perjalanan kesana saya menggunakan ojek pangkalan yang letaknya tidak jauh dari situ. Waktu tempu menuju ke Pekalongan Mangrove Park sekitar 15 menit perjalanan.

Sesampainya disana, sekitar pukul 09.00. Hanya terdapat sekitar 3 orang pengunjung. Dengan kondisi kantor pengelola yang masih kosong, entah saya yang terlalu pagi datangnya atau apapun itu alasannya, yang jelas sampai saya selesai melakukan pengumpulan data sekitar 17.10, masih tak terlihat tambahan staf lainnya.

Sekedar informasi, Pekalongan Mangrove Park merupakan salah satu kawasan restorasi dan pengembangan hutan mangrove yang berlokasi di Wilayah pantai utara Pekalongan. Yang diresmikan oleh Menteri Kehutanan RI pada 17 Desember 2013 dan kemudian terus dikembangkan menjadi tujuan wisata menarik di Pekalongan.
Gapura pintu masuk kawasan Pekalongan Mangrove Park
Jalan menuju lokasi taman mangrove terbilang cukup baik, dengan paving blok rapih. Selain itu tempat parkir yang disediakan juga cukup memadai, baik untuk roda dua maupun empat dengan biaya parkir Rp. 3.000 untuk roda dua, dan Rp. 5.000 untuk roda empat. Setalah itu, silahkan nikmati suasana hamparan bakau sepuasnya.
Di samping kanan gapura saat memasuki kawasan terdapat loket masuk, dengan harga tiket pada waktu itu hanya Rp. 3.000/orang. 
Suasana ketika memasuki kawasan hutan bakau
Selain itu, pemandangan pertama yang terlihat ketika memasuki kawasan Pekalongan Mangrove Park adalah petakan hutan mangrove yang terlihat sengaja ditata rapi, dan sebagian area dibiarkan kosong untuk kepentingan wisata transpotasi perahu karet.

Tracking Area

Sekitar 40 meter dari gapura kawasan hutan mangrove, tepat di samping kanan bangunan utama kantor pengelola taman mangrove, kita akan diarahkan untuk menapaki tracking area kawasan hutan mangrove, yang memang diarahkan menuju bagian tengah kawasan. Adapun sejumlah peneduh yang dibangun di sepanjang tracking area dapat digunakan sebagai tempat beristirahat untuk para pengunjung sambil menikmati suasana sekitar.
Suasana tracking area Pekalongan Mengrove Park
Konsep pengaturan tata letak peneduh di area tracking area sendiri lebih di fokuskan pada titik awal tracking area, setelahnya dibiarkan hanya khusus untuk jalur tracking, sehingga pengujung lebih leluasa melihat sekeliling tanpa terhalang bangunan peneduh.

Untuk beberapa peneduh di tracking area juga di buatkan kandang, yang pada saat saya kesana masih dibiarkan kosong. Dan berdasarkan informasi salah satu staf, nantinya kandang tersebut akan di isi dengan sejenis burung yg memang banyak hidup di sekitaran hutan mangrove.

Selain itu, yang menarik perhatian saya selanjutnya adalah, di bagian sisi kanan hutan mangrove sekitar 100 meteran lebih terdapat bangunan dengan bentuk memanjang dengan cerobong asap ditengahnya, yang merupakan fasilitas untuk melakukan pembakaran mayat atau krematorium, jadi untuk yang suka berimajinasi yang bukan-bukan, cobalah untuk tetap fokus ke pemandangan hutan mangrovenya saja. heheh
Bangunan krematorium

Wisata Perahu Karet Bermotor

Pemandangan menarik lainya akan dapat dinikmati saat perjalanan mengelilingi hutan mangrove dengan transportasi yang disediakan berupa perahu karet. Harga yang ditawarkan cukup wajar (waktu itu sekitar Rp. 10.000/orang), dan kabar baiknya lagi, perahu akan tetap berangkat walau hanya saya satu-satunya penumpang di dalamnya.
Perahu karet yang dipakai untuk mengelilingi kawasan
Waktu untuk berkeliling  sebagian kawasan hutan mangrove sekitar 20 menit. Dimana dalam perjalanan kita akan melewati lorong-lorong yang terlihat dirancang khusus untuk dilewati dengan perahu berukuran sedang, dan di desain dengan konsep satu arah.   

Suasana yang tenang dan sejuk karena rimbunnya hutang mengrove adalah kesan pertama yang di dapat. Adapun saya yang tak jarang dipaksa untuk menunduk beberapa kali karena banyaknya tangkai pohon yang memanjang mengarah ke dalam lorong. Cukup memberikan suasana meruang yang unik menurut saya.
Jalur keliling dengan perahu karet sendiri di arahkan menuju ke area depan Pekalongan Mangrove Park, baru kemudian berputar balik lagi. Selain pemandangan hutan mangrove, terdapat juga bekas beberapa unit bangunan yang sudah tergenang akibat abrasi air laut. 
Bekas bangunan pengelola kawasan Pekalongan Mangrove Park
Kesan menarik  lainnya adalah, disepanjang perjalanan kita akan dimanjakan dengan suasana lorong hutan mengrove yang oleh pengelola kawasan disebut sebagai lorong cinta (jadi kalau datangnya sendiri ya jadi lorong J*mblo donggg. hahah..).

Adapun suasana lorong terkesan tenang dan sempit. Sehingga semakin dalam perahu karetnya, maka  akan semakin diperlambat kecepatannya. 
Suasana lorong hutan mangrove
Selain itu, adanya cahaya matahari yang menembus rimbunnya pepohonan mangrove mampu menciptakan pencahayaan alami di atas permukaan air yang tenang. 

Lokasi Tepat Untuk Menikmati Matahari Terbenam

Nah, berhubung saya di sini sampai menjelang sore, maka tanpa sadar ketika sedang asik menganalisi lingkungan sekitar terkait tema penelitian saya. Sejenak fokus saya teralihkan ketika melihat cahaya kuning keemasan di ujung barat kawasan. Sunset! Ya, suasananya cukup membuat saya  terpukau.
Suasana menjelang matahari terbenam
Selain aktivitas di atas, ada beberapa kegiatan lain yang dapat dilakukan, yaitu melihat galeri ekosistem hutan mangrove dan kolam sentuh (kolam pembibitan dan penanaman mangrove), serta terdapat fasilitas gardu pandang, yang sayang sekali ketika saya sampai di sana sedang  dalam tahap renovasi sehingga tidak diperkenankan untuk naik ke atas.

Gardu pandang di dekat bangunan utama pengelola

Dan satu lagi, bagi yang suka memancing, disini disediakan juga area pemancingan ikan, jadi bagi yang tidak terlalu antusias mengelilingi hamparan hutan bakau dan punya hobi memancing, maka bisa menghabiskan waktu disini.


Saran saya, bagi anda yang berencana main kesini dan hanya fokus untuk menikmati pemandangan hutan mangrove. Baik bersama para sahabat, pacar ataupun keluarga, akan lebih baik untuk berkunjung di atas jam 2 siang, karena selain suasanya yang tidak terlalu panas, pemandangan matahari terbenamnya juga cukup memukau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar