20 Apr 2019

Manado, satu kali dua puluh empat jam


Tiket sudah dipesankan, semua barang sudah di packing rapih dalam ransel tambahan hasil pinjaman ke teman kos sebelah. Tiba-tiba terpikir, apa yang bisa dilakuan selama satu kali dua puluh empat jam di Manado?, Ya, Tujuan kali ini adalah ke kota yang dikelilingi oleh daerah pengunungan dan terkenal dengan ekowisatanya, serta Pulau Bunaken yang merupakan primadona pariwisata Provinsi Sulawesi Utara ini menjadi tujuan transit sehari, sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan utama yaitu Kabupaten Pulau Morotai.

Pukul 06.55 waktu setempat perjalanan dari Yogyakarta ke  Manado pun dimulai. Dengan transit terlebih dahulu di kota Makassar, baru kemudian melanjutkan perjalan ke Manado, yang mana waktu kedatangan di Bandara Samratulangi Manado pada puku 15.00 waktu setempat,
Bandara Samratulagi Manado
Adapun hal pertama yang dilakukan setelah memastikan semua barang dan bagasi terkumpul dengan aman adalah memesan taksi bandara menuju hotel dengan waktu tempu sekitar 35 menit. Dengan harga pada waktu itu sekitar Rp. 65.000
Setibanya di hotel pada pukul 16.30 dan proses reservasi kamar hotel selesai, maka selanjutnyanya adalah mengistirahatkan diri sejenak sambil menikmati secangkir kopi yang memang selalu menjadi ciri khas semua hotel untuk menyediakan secara gratis bagi para tamunya.
Adapun suasana Whiz Prime Hotel Megamas yang memiliki kamar cukup luas dengan pemandangan yang jujur saja diluar dugaan. dengan harga permalam untuk tipe kamar Whiz Twin kisaran Rp. 350.000 sampai Rp. 400.000 / malam (bisa lebih murah kalau ada promo), yang diisi untuk dua orang, sehingga lebih murah jika pakai sistem patungan antar kawan.
Suasana sunset melalui jendela kamar hotel
Ketika memasuki kamar di lantai 4, Warna merah nun orange keemasan seolah menyambut ramah setiap tamu hotel ketika sore tiba. Yupz... Sunset! Tepat di depan jendela kamar saya. Karena kebetulan kamarnya menghadap ke barat dan sekitar 10 meter didepannya terbentang luas pantai yang secara langsung ikut menciptakan refleksi antara tenangnya air laut dengan pesona langit senja, cukup untuk membuat saya termenung sesaat, sambil menikmati momen yang jarang ini.

Jejeran warung makan depan hotel
Adapun depan hotel terdapat banyak warung makanan khas masakan Manado yang wajib dicoba. Rasa lelah karena perjalanan membuat saya memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menikmati secangkir kopi gratis layanan hotel dan diwarnai momen detik-detik matahari terbenam yang membuat enggan untuk beranjak dari nyamannya kasur yang berada tepat di samping jendela kamar dengan arah menghadap ke laut. 

Pemandangan dari lantai 11 bangunan hotel

Tidak hanya itu, bangunan hotel yang terdiri dari 11 lantai ini juga mampu menampilkan sebagian kota Manado dari ketinggian, yang membuat penghuni hotel lebih memilih untuk beristirahat dikamarnya masing-masing tuk melepas lelah.
Waktu menunjukan sekitar pukul 17.45. Makan malam. Sejenak terlintas di benak saya. Baiklah, mungkin saat yang tepat menjajaki kawasan pantai megamas manado untuk sekedar berwisata kuliner yang lokasinya berjejer rapi di depan hotel dan tak sabar disinggahi.

Pesan lauk bumbu RW

Tibalah kami di salah satu warung yang letaknya berada persis di dekat jalan, dimana samping bangunan berbatasan langsung dengan bibir pantai yang tenang dan tak bergelombang.
Selanjutnya, ada hal yang ganjil, dan membuat saya cukup kaget setela mengetahui bahwa salah satu rekan saya  telah memesan lauk dengan bumbu RW, itu karena dia seorang muslim. Sebagai infromasi, bagi yang belum tahu RW itu sejenis makan berbahan daging anjing dan banyak terdapat di kota Manado yang mayoritas adalah non muslim. 

Karena penasaran dan tanpa maksud menyingung perasan rekan tapi berusaha meluruskan situasi yang membingungkan ini akhirnya saya mencoba untuk bertanya. “Mas, tau gk apa itu RW”. Tanya saya. “memangnya apa itu”. Fix.. dia memang perlu diberikan sosialisasi singkat terkait makan yang satu ini. Singkat cerita, rekan saya paham!.
Karena sudah terlanjur memesan akhirnya kami tunggu pesanannya datang. Too, pikir saya dari kami juga ada yang non muslim, jadi bisa dimakan juga sama yang lain (By the way, walaupun saya kristen, namun haram hukumnya untuk makan daging anjing, jadi mending dipesankan ind*mie goreng pakai telur atau sekedar nasi pakai kacang telur sasetan yang banyak dijual di pinggir jalan daripada disuruh makan RW).


Dan datanglah pesanan lauk dengan bumbu RW itu, akhirnya saya mengupas rasa penasaran saya dan bertanya. “Mas, ini bumbu RW maksudnya pakai daging anjing begitu atau gimana?”. Tanya saya. “Oh, nggak mas. Ini daging ayam yang dimasak pakai racikan khusus untuk masakan RW”. Jawabnya spontan. Hmhm... salah paham saya.
Intinya, ketika datang ke Manado dan anda punya pantangan makanan untuk berbagai jenis “makanan haram” berdasarkan kepercayaan anda masinh-masing, maka saran saya, bijak dan hati-hatilah dalam berwisata kuliner disini. Karena kota Manado terkenal sebagai salah satu kota yang punya wisata kuliner terekstrim di Indonesia, atau mungkin juga benua Asia? atau benua-benua lainnya?. Aa... entalah, Saya juga belum punya data khusus terkait itu.
Sebagai informasi, di Manado selain daging anjing yang banyak dikonsumsi ada juga daging ular, kucing, tikus yang masih lengkap dengan ekor-ekornya, katak, kelelawar, monyet, biawak dan berbagai menu tak lazim lainnya yang bisa anda temui di dua pasar tradisional kota Manado ini yaitu pasar Beriman Tomohon dan Pasar Langowan. Yang sayangnya saya belum mendapat kesempatan untuk sekedar melihat langsung suasana pasarnya, namun informasi ini saya dapatkan dari salah satau teman yang tinggal dan besar di Manado.
Dan tiba-tiba terpikir dibenak saya, ini kok rasanya kaya perpaduan antara wisata kuliner dan kebun binatan versi santapan ya?. Hmhm... ini kenapa ada gurauwan terkenal orang Manado yang percaya “Kalau adam dan hawa orang manado, manusia pasti tak akan jatuh dalam dosa. Ya iyalah, orang waktu didatangi ular dan ditawari buah pengetahuan, bukan buahnya yang dimakan tapi ularnya yang disantap!”.haha..
Hal lain yang bisa dilakukan setelah itu adalah mengunjungi beberapa pusat perbelanjaan terdekat, entah hanya sebatas “cuci mata” ataupun mencari keperluan lainnya yang kira-kira diperlukan, baru kemudian melanjutkan perjalana keesokan harinya menuju Kabupaten Pulau Morotai
Suasana depan hotel
Adapun suasana pagi yang cukup berkesan ketika dibangunkan oleh alarm handphone pukul lima pagi sekedar mempersiapkan diri untuk perjalanan selanjutnya, yaitu menikmati paginya kota Manado diantara tenang dan dinginya suasana hotel di dekat pantai. Sambil sesekali mendokumentasikannya dalam bentuk JPG.

Jembatan DR.Ir.Soekarno, Manado
Ketika jalan menuju Bandara Samratulangi Manado menggunakan transportasi online dengan waktu tempu sekitar 45 menit dengan harga Rp. 60.000 sekali jalan, kita akan melewati salah satu icon kota Manado yang ketika terakhir kali saya datang kesini tahun 2013 lalu masih dalam proses pembangunan dan sekarang telah berdiri megah dengan nuansa warna kuning keemasan serta retetan tali baja yang mengikat kuat beban jembatan serta perpaduan pengunungan di belakang jembatan meninggalkan kesan tersendiri bagi siapapun yang melewatinya dalam suasana sepi dan dinginnya pagi kota Manado. 


Next Trip, Kepulauan Morotai..



 Bersambung dulu ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar