18 Apr 2019

Pulau Kolorai : Catatan dua hari satu malam di pulau kecil nun eksotis




Pulau Kolorai, nama pulau yang cukup terkenal untuk orang di Kabupaten Pulau Morotai tapi tidak untuk orang luar Pulau. Adalah karena tugas saya diberi kesempatan untuk menjajaki pulau yang identik dengan pasir putih dengan jumlah penduduk kurang lebih sekitar 100 KK dan minim fasilitas publik, bahkan air bersih saja harus dijatah. Cukup antusias memang ketika mengetahui deskripsi singkat tentang pulau yang satu ini, karena memang ini akan menjadi pengalaman pertama untuk bisa berkunjung di Pulau dengan karakteristik demikian.

Gambar Udara Pulau Kolorai

Perjalanan Menuju Pulau Morotai


Perjalanan dimulai dari Kota Yogyakarta yang harus transit ke Makassar dan Ternate terlebih dahulu baru kemudian melanjutkan perjalan ke Pulau Morotai dengan menggunakan pesawat kecil jenis ATR yang isi maksimal hanya sekitar 75 penumpang. Perjalanan ditempu sekitar 1 jam dari Bandara Sultan Babulla Ternate ke Bandara Pitu Morotai.

Bandara Pitu Morotai
Setibanya di bandara pitu, selanjutnya adalah memesan taksi menuju Daruba Pantai yang merupakan ibu kota Kabupaten Pulau Morotai. Oiya, sebagai informasi, Bandara Pitu merupakan satu-satunya bandara di Kabupaten Pulau Morotai dengan jadwal penerbangan sehari sekali sehingga positifnya tidak ada alasan delay karena nunggu antrian landing-take off pesawat. 
Demikian juga dengan transportasi bandara, selain memang belum tersedianya taksi bandara, disini transportasi roda dua atau empat  disediakan oleh warga lokal, alias taksi gelap, yang kalau datang dan pergi hanya sekali, yaitu ketika jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat. Jadi setelah itu bandara langsung otomatis sepi. Dengan kata lain, kalau tidak ada jemputan dan menolak tawaran transportasi lokal dengan alasan terlalu mahal maka anda dipersilahkan untuk jalan kaki menuju ibu kota Kabupaten Pulau Morotai dengan jarak belasan kilo meter  dari Bandara. 
 
Bentor Atau Becak Motor Yang Adalah Salah Satu Mode Transportasi Darat Di Morotai

Soal transportasi, disini selain adanya roda dua dan empat, ada juga yang roda tiga, orang Morotai menyebutnya Bentor alias "becak motor". Harganya sendiri kalau dari Bandara Pitu ke Daruba pantai Rp. 25.000 /orang, dan kalau mobil Rp. 50.000 /orang, jadi silahkan, pilihan ditanggan anda. Tapi kalau anda ingin menikmati hijaunya perjalan dari Bandara Pitu menuju Daruba Pantai, maka saran saya pilihlah transportasi bentor, karena secara otomatis anda tidak akan melewatkan tiap hembusan angin morotai dan hijaunya pohon kelapa di sepanjang perjalanan karena posisi duduk anda akan berada tepat di depan sang empunya bentor.

Hari Pertama

Pelabuhan speedboat Daruba Pantai

Pulau Kolorai dapat ditempu dari pelabuhan Daruba Pantai yang berada di ibukota Kabupaten Pulau Morotai, disini kita dapat menyewa speedboat seharian penuh dengan harga antara Rp 800.000 – Rp 1.000.000 yang bisa diisi dengan 8 – 12 orang (harga sewa bisa nego). 
Katintng: salah satu mode transportasi laut di Kepulauan Halmahera
Alternatif lain adalah menunggu perahu kecil atau orang lokal menyebutnya "katinting", yaitu sejenis perahu tradisional orang Kepulauan Halmahera pada umunya yang biasanya dipakai nelayan atau transportasi umum antar pulau yang relatif jauh lebih murah. Tapi sayang, jadwalnya tidak menentu. Artinya, kami harus menunggu tanpa kepastian jika memaksa untuk menggunakan katinting.
Berdasarkan diskusi sesaar, kami sepakat untuk menggunakan speedboat dan perjalanan ke Pulau Koloraipun dimulai dengan waktu tempu sekitar 30 menit.

Susana Pulau Kolorai Dari Dermaga Kayu Tempat Speedboat Bersandar

Sesampainya di Pulau Kolorai, kami disambut dengan panasnya pantai tropis dan beningnya air laut yang bisa membuat kita melihat ikan berenang sambil sesekali terdengar desiran ombak yang tenang, serta indahnya pasir putih disepanjang pulau seakan tak sabar untuk menyambut kami.

Selain itu, adanya aktivitas anak-anak Pulau yang sedang asik bermain di atas dermaga kayu juga membuat suasana pulau terasa lebih akrab dengan kami yang baru saja tiba di sini.
Kondisi Pulau Kolorai Dari Dermaga Kayu
Gapura Pintu Masuk Pulau Kolorai

Setelah sampai di Pulau Kolorai hal pertama yang dilakukan adalah mencari Ibu Heny yang adalah pemilik homestay  untuk bisa kita tinggali selama dua hari satu malam. Yang mana salah satu homestay yang akan kami pakai lokasinya berada tepat di depan gapura masuk Pulau Kolorai yang juga langsung tersambung ke dermaga kayu tempat speedboat bersandar.
Sebagai informasi, harga sewa kamar dihitung per orang, yaitu Rp 300.000 / orang dan satu kamar diisi oleh dua orang. Artinya total perkamar Rp 600.000 /malam. 
Dengan harga begitu jangan dulu berimajinasi untuk bisa merasakan pelayanan kamar layaknya hotel dengan tipe superior, karena di sini selain satu kamar isinya dua orang, ukuran kamarnya juga hanya  3x3, kamar mandi luar, serta pendingin ruangan yang masih pakai sistem tradisional, alias kipas sendiri pakai tanggan dengan alat apapun yang bisa dipakai. By the way, air mandi juga dijatah perorang, jadi bijaklah dalam penggunaan air ketika mandi!.


Setelah tempat tinggal aman, selanjutnya menjelajahi Pulau. Dengan luas Pulau Kolorai yang tidak terlalu besar maka hanya butuh setengah hari untuk bisa mengelilingi Pulau secara keseluruhan. 

Di pulau kecil nun sepi ini, kita akan menemukan berbagai titik lokasi  yang menarik,  entah hanya untuk duduk beristirahat di bawah pohon rindang ataupun ikut bercengkrama dengan penghuni pulau yang terlihat selalu siap menyambut kedatangan pengunjung


Suasana Sekitar Pulau Kolorai
Mengingat tujuan awal kami datang ke sini karena alasan pekerjaan maka kegiatan lain yang dilakukan adalah wawancara dan survei lapangan terkait permasalahan air bersih dan sanitasi di Pulau Kolorai. Dimana masyarakat terlihat sangat antusias menyambut kedatangan kami yang setelah wawancara akan kami beri ransel beserta isinya yang terbilang cukup lengkap, khususnya kepada warga yang mau diwawancarai. 
Jadi, bisa dibilang bukan karena keberadaan kami  yang membuat mereka antusias tapi karena  isi ranselnya yang bikin mereka tersenyum bahagia setelahnya. Bahkan ada beberapa anak yang terus mengikuti kami ketika survei dengan wajah polos nun riang gembira sambil membawa ransel pemberian kami dan dipamerkan ke beberapa anak lain, yang membuat kami merasa agak bersalah karena tidak semuanya kebagian, hikss..


Hari Kedua


Berdasarkan obrolan asik dengan warga pulau dihari sebelumnya, saya mendapat informasi kalau tepat di depan salah satu homestay yang kami tempati atau yang berada tepat di depan dermaga adalah lokasi terbaik untuk menikmati indahnya sunrise

Tepat pukul 05.00 waktu setempat, alarm saya berbunyi keras yang membuat saya yakin teman sekamar saya menyesal punya rekan kerja seperti saya. 
Dinginya pagi, serta rasa lelah karena aktivitas survei lapangan dihari sebelumnya membujuk saya untuk tetap tinggal di kasur yang sekarang terasa seperti hotel berbintang lima, tapi karena rasa penasaran yang kuat untuk merasakan suasana sunrise yang tenang di salah satu pulau terluar di NKRI ini, sayapun berhasil mengumpulkan niat untuk bangun.

Benar saja, keberadaan embun yang membasahi rumput dan semua tanaman yang ada di sekitar rumah, menjadikan suasana pagi terasa lebih dingin ketika keluar dari homestay.
Ditambah lagi suara desiran ombak yang pelan dan tenang layaknya sapaan selamat pagi dari Pulau Kolorai membuat saya semakin antusias menuju ujung dermaga untuk menikmati indahnya sunrise Pulau Kolorai, sambil sesekali menyaksikan aktivitas para nelayan yang sedang sibuk mempersiapkan perahu sebelum keluar mencari ikan.


Ketika siang tiba, saatnya mempersiapkan diri untuk segera kembali ke Pulau Morotai dengan visi misi yang lain. Ada hal menarik ketika ingin kembali, tepatnya ketika kami menyewa perahu untuk bisa kembali ke Pulau Morotai, dimana harga perahu yang dipatok cukup mahal dari biasanya, dengan tanpa argumen yang panjang kamipun sepakat dengan harga yang sudah ditentukan (emang bisa cari perahu dimana lagi di pulau sekecil itu). 
Kejadian selanjutnya, ketika mesin perahu dihidupkan dan siap berangkat, tiba-tiba datanglah segerombolan orang yang lebih dari 10 orang terdiri dari anak kecil maupun orang tua dengan santai menyapa kami ”numpang ke Pulau Morotai ya mas” (numpang = gratis).  
Sejenak saya berpikir “baiklah, sekarang saya paham kenapa harga perahunya lebih mahal dari biasanya”. but, it's okay, anggap saja itu bagian dari bakti sosial kami ke masyarakat Pulau Kolorai yang sudah mau menerima kunjungan kami dengan antusias. Hanya saja agak sedikit merasa kesal dengan bapak yang empunya perahu karena tidak sesuai dengan harga kesepakatan awal dan terkesan tiba-tiba menaikan harga secara sepihak. but, sekali lagi bapak, it's okay, we forgive you.  
Anyway, trimakasih sudah mengantarkan kami dengan selamat sampai ke tujuan. Berharap suatu saat bisa datang kesini lagi dan kembali dengan cerita lain yang tak kalah menarik untuk dibawa pulang. and thanks a lot untuk semua warga Pulau Kolorai yang sudah mau menerima dan banyak membantu kami dalam petualangan singkat kami di salah satu pulau terluar NKRI ini.
Oiya, sebagai informasi tambahan, ketika mengunjungi  Pulau Kolorai rasanya kurang lengkap jika tidak menyempatkan waktu sebentar untuk mengunjungi Pulau Dodola dan Pulau Zum-zum yang letaknya persis di sebelah Pulau Kolorai dengan waktu tempu menggunakan speedboat hanya sekitar 10 - 15 menit perjalan.

Kesan: 
Intinya, merasakan hidup di salah satu pulau yang masih jauh dari kata modern dan kurangnya fasilitas publik memberikan pengalaman tersendiri untuk bisa dijadikan pelajaran dengan cara yang berbeda.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar