21 Apr 2019

Traveling Dalam Lima Jam, Ternate Dengan Sejarah Dan Cerita Mistisnya

Waktu menunjukan sekitar pukul 07.10 ketika pesawat benar-benar landing di Bandara Sultan Babulla Ternate. Dengan sedikit rasa ngantuk yang tersisa karena sebelumnya harus transit di Bandara Hasanudin Makassar selama kurang lebih  enam jam, baru kemudian pada pukul 03.30 melanjutkan penerbangan ke kota Ternate dengan tujuan utama ke Kabupaten Pulau Morotai.


Gambar udara Pulau Ternate
Ya, Morotai lagi. Daerah ini memang paling sering saya kunjungi selama tahun 2017, sekitar empat kali kunjungan yang diwarnai dengan berbagai drama perjalanan yang kalau di artikelkan semua seakan tak akan habis jalan ceritanya. 

Mulai dari delay berjam-jam (perna lebih dari 7 jam dongggg), perubahan tujuan transit yang tiba-tiba, dibawah keliling ke kalimantan yang harusnya ke Sulawesi sampai perna diminta turun dari pesawat oleh pramugari dengan alasan ada perubahan tujuan transit jadi saya (seorang diri) diminta turun untuk menunggu pesawat lain yang datangnya baru 2.5 jam kemudian. Belum lagi yang baru landing jam 2 pagi karena delay dan diantarkan ke  hotel terdekat, tapi kemudian dibangunkan oleh pihak maskapai pukul 05.30 untuk melanjutkan penerbangan jam 07.00. Begitula cerita singkat dibalik “indahnya” perjalanan bolak balik Yogyakarta – Morotai.

Baik, kembali ke Ternate. Perlu diketahui Bandara Sultan Babulla merupakan salah satu jantungnya penerbangan di Kepulauan Halmahera. Kenapa demikian?, ya karena hampir semua maskapai penerbangan ketika ingin menurunka penumpangnya untuk disebar ke sebagian besar wilayah di Kepulauan Halmahera akan transit disini terlebih dahulu baru melanjutkan penerbangan, alasannya selain karena memaksimalkan jumlah penumpang yang tidak terlalu banyak juga karena harus bertukar pesawat yang lebih kecil khususnya untuk tujuan daerah yang memiliki keterbatasan infrastruktur tranportasi udara.

Sembari menunggu beberapa rekan kerja yang akan datang dari Jakarta, sayapun coba untuk meng-googling beberapa lokasi wisata yang ada disekitar bandara Ternate, karena menggingat kita harus menunggu sekitar enam jam lagi untuk melanjutkan penerbangan ke Pulau Morotai.

Tak lama berselang, datanglah beberapa rekan dari Jakarta dan bergabung dengan kami. Dan ternyata mereka juga punya pemikiran yang sama. “kemana kita akan menghabiskan waktu sembari menunggu jadwal penerbangan selanjutnya?”. 
Demikian tanya salah seorang rekan yang baru saja sampai, yang spondan memancing percakapan yang berakhir dengan melakukan pemesanan mobil melalui kenalan salah seorang rekan yang juga sudah beberapa kali berkunjung ke Ternate dan mendampingi kamu menjelajahi beberapa lokasi wisata di sekitar kota Ternate dalam kurung waktu 5 jam.

Sebagai informasih berdasarkan pengalaman, bagi yang membawa bagasi dan tidak mau repot membawanya kemana-mana pada saat mengunjungi beberapa tempat di dekat bandara, saran saya bisa dititipkan ke petugas bandara setempat,  yang biasa berdiri di counter beberapa maskapai dekat ruang pengambilam barang (catatan: bukan bagian resmi  dari sistem pelayanan bandara ya) dengan memberi "ucapan trimakasih seiklasnya". 
Tapi ingat, pastikan tidak ada barang berharga lainnya yang anda titipkan sebelum berangkat, demi menjaga keamana dan kenyaman bersama.

Benteng Tolukko

Lokasi pertama yang kita putuskan untuk dikunjungi. Ya, benteng Tolukko yang merupakan salah satu benteng dari sekian banyaknya benteng di Pulau Ternate. 
Alasan kenapa kita memilih kesini ya karena jaraknya yang relatif paling dekat dari bandara ataupun pusat kota, yakni sekitar 3 Km dari pusat kota.

Suasana Benteng Tolukko
Kesan tua dan koko terlihat jelas dari penampakan bangunan yang merupakan peninggalan bangsa portugis dari tahun 1540 ketika menjajah Negeri yang kaya akan rempah-rempah ini.

Selain itu, material bangunan yang menurut informasi dibuat dari batu karang dan pecahan bata dengan campuran kapur, serta pasir sebagai perekatnya menambah kesan akan umur bangunan yang memang bukan baru lagi.
View bagian kanan benteng
Adapun aktivitas yang dapat dilakukan disini selain menyusuri tiap sudut bangunan sembari mengangumi keindahan dan ciri khas arsitektur masa lampau, kita juga bisa menikmati luasnya laut Ternate dari atas benteng dengan background pengunungan Halmahera.
Dan di sisi bagian kanan bawah benteng, berjejer perumahan warga dengan nuansa warna warni, sehingga cukup menghidupkan suasana benteng.  
Ditambah lagi di bagian kiri benteng tak jarang ikut menampilkan proses menjelang landing pesawat terbang yang masuk menuju Pulau Ternate.
Pemandangan benteng menghadap pengunungan Halmahera
Untuk harga tiketnya sendiri, ketika kami masuk tidak terlihat pengelola ataupun penjaga, sehingga hanya uang sukarelah yang kami titipkan ke rumah warga yang berada tepat di depan bangunan benteng, yang mana kami pakai untuk parkir mobil sebelumnya

Setelah puas befoto dan menikmati suasana benteng yang sepi pengunjung ini, kamipun  melanjutkan perjalanan ke lokasi selanjutnya yang juga tidak jauh dari sini

Batu Angus

“Apakah ini semacam kumpulan bebatuan yang dihaguskan atau bagaimana maksudnya?”. Begitu pertanyaan tak berkelas saya ketika mendengar nama Batu angus yang spontan disebutkan oleh babang supir yang masih setia mengantar kami ke lokasi selanjutnya.

Setibanya di sana, atau tepatnya di Jl. Lain (iya, disini ada jalan yang namanya “jalan lain”, jadi tolong disederhanakan saja cara berpikirnya biar gk kemana-mana) yang berjarak 10 Km dari pusat kota Ternate.
Kawasan Batu Angus
Sekedar informasi, Batu angus ini berupa hamparan batu yang berwarna hitam kelam seperti baru hagus terbakar, yang membentang dari kaki Gunung Gamalama akibat sisa lahar letusan pada abad ke-17. Demikian informasi yang saya dapat dari hasil googling setiba di sini.

Pemandangan hitam kelam ternyata tak semuanya menghasilkan keburukan. Ya, demikian kesekian kesan saya ketika menjajaki tiap sudut Batu Angus di antara tanaman berwarna kecoklatan, karena mulai terlihat layu akibat berusaha tumbuh di bukan pada tempatnya.

Suasana sekitar Batu Angus
Adapun beberpa gazebo yang bisa dipakai berteduh atau santai sejenak untuk menikmati kawasan Batu Angus, yang mana berbatasan langsung dengan laut Ternate, serta pemandangan pengunungan yang jauh di sana menambah daya tarik tersendiri untuk dinikmati ketika teriknya matahari mulai terasa tak bersahabat lagi.

Untuk tiket masuk kawasan, pada waktu itu si gratisss, kurang tahu juga ya kalau sekarang bagaimana kelanjutan ceritanya. Yang jelas waktu masuk memang tidak terlihat loket atau sejenisnya yang biasa terpampang jelas di sekitaran kawasan wisata.
satu jam lagi disini, sayapun akan ikutan hangus
Intinya ya, bersyukur karena sudah dua lokasi yang kita datangi tidak ada aturan “harus” membayar atau sejenisnya, tapi saran saja, dimanapun objek wisata yang kita kunjungi dan ada orang yang kelihatannya punya kontribusi dalam menjaga atau memelihara lingkungan sekitar (tukang parkir misalnya) ya monggo pengertiannya. hitung-hitung menghargai usaha orangkan ya.

Hemat cerita dan waktu, kamipun melanjutkan perjalan ke lokasi terdekat lainnya yang katanya punya banyak cerita mistis tapi menarik untuk dikunjungi.

Danau Tolire 

Masih di bawa kaki Gunung Gamala yang merupakan gunung tertinggi di Maluku Utara ini, kamipun memutuskan untuk singah di salah satu danau populer di kota Ternate. Yakni Danau Tolire. 
Jika dua lokasi sebelumnya masih diseputaran kawasan perkotaan maka yang satu ini agak sedikit masuk ke areah yang jarang penduduk, karena sepanjang perjalanan saya agak kurang melihat keramaian penduduk lokal disepanjang jalan.
Suasana kawasn danau Tolire
Singkat cerita, sampailah kami di depan pintu masuk kawasan yang sedikit menanjak naik ke atas menuju bibir danau, yang menurut saya kok sedikit ekstrim ya. 
Masalahnya disepanjang bibir danau yang begitu curam kalau sampai terpeleset karena terlalu antusias misalnya, maka berakhirlah cerita bahagia kita hari  ini. Hiks..

Sebagai informasi, danau Tolire sendiri terbagi menjadi dua, yakni Tolire besar dan Tolire kecil, yang jarak antar keduanya sekitar 200 meter.
Sedangkan Tolire yang kami datangi sekarang adalah Tolire besar dengan bentuknya yang mirip loyang besar dimana posisi danau berada ditengah kedalaman lubang raksasa setinggi 50 meter, dan untuk kedalam air danaunya sendiri belum diketahui secara pasti, sedangkan luasan danau sekitar 5 hektare.
Jeprett.. otw minimal 5 meter dari bibir danau
Yang jelas, hijaunya warna danau dan lebatnya pepohonan disekeliling, serta adanya kehadiran buaya yang sedang aktif berenang dibawah sana, membuat saya semakin menjaga jarak dengan bibir danau yang sekarang terlihat lebih menakutkan untuk orang seperti saya yang “sedikt agak kurang nyaman dengan hal yang menyangkut ketinggian” heheh..

Cerita menarik lainnya, konon dibawah sana, ya, tepatnya 50 meter dibawah kaki saya berdiri terdapat banyak siluman buaya (kalau buayanya si  saya lihat sendiri memang ada, Cuma kalau soal siluman ya, biarkan semua orang berpikir sesuai dengan keyakinannya masing-masing). Intinnya saya menikmati pemandanganya, tapi tidak dengan imajinasi liar saya selama disini. Hahah..

Singkat cerita, waktu sudah menunjukan pukul 09.30 waktu setempat, yang artinya tiga jam lagi adalah waktu penerbangan lanjutan ke Pulau Morotai, akhirnya kami memutuskan untuk mengakiri cerita di danau yang penuh kesan ini, dan melajutkan ke tujuan yang juga tidak jauh dari sini, sekitar 25 menit waktu perjalanan.

Pantai Kastela

Pantai berpasir hitam ini jaraknya memang sedikit lebih jauh dari pusat kota, sekitar 45 menit waku tempu dalam kondisi jalan norma alias tanpa macet. 
Kondisi pantainya juga cenderung sepih pengunjung, yang berdasarkan informasi yang saya googling ketika sampai dilokasi memang akan lebih ramai ketika menjelang sore, karena disini merupakan salah  satu lokasi  terbaik untuk menikmati suasana sunset di bibir pantai yang juga dekat dengan beberapa benteng peninggalan bangsa Portugis, seperti benteng Nostra Senhora de Rosario yang berarti wanita cantik berkalung bunga mawar (saking panjang dan susah nama bentengnya saya harus searching lagi ketika sedang menulis artikel ini), serta benteng Gamlamo.
Suasana pantai Kastela
Disini kita akan menikmati pemandangan laut yang indah sambil berteduh dibawah rindangnya pepohonan yang tingginya ada yang mencapai 30 – 40 meter, sambil sesekali diterpa angin sepoi-sepoi menambah kesegaran nuansa pantai yang cocok untuk dipakai bersantai sesaat, baru kemudian melanjutkan perjalanan menuju Bandara Sultan Babulla Ternate.

Sekian perjalanan singkat, mengelilingi sebagian sudut kota Ternate sambil menunggu jadwal penerbangan selanjutnya, yang mana bisa dijadikan opsi lain ketika sedang  jenuh menunggu kedatangan pesawat yang baru datang 1.5 jam kemudian.

Ya, semoga suatu saat bisa kembali lagi ke sini dan diberi kesempatan untuk menjelajahi sisi lain kota Ternate yang penuh dengan cerita mistis dan masih kental dengan kehidupan adat kesultanannya ini.
Otw Pulau Morotai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar